Jakarta (ANTARA) – Pemerintah terus berupaya mengembangkan bahan bakar alternatif berkelanjutan biodiesel dan bioethanol, selain elektrifikasi kendaraan, untuk mendukung penyediaan energi bersih secara berkelanjutan.
“Untuk memberdayakan semaksimal mungkin sumber daya yang kita punya, ada pendekatan yang kita lakukan, yakni mengurangi penggunaan BBM melalui program biodiesel dan bioetanol,” ujar Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (BBSP KEBTKE) Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Harris, saat diskusi di Kabupaten Tangerang, Senin.
Saat ini pemerintah telah menggunakan bahan bakar biodiesel B35, campuran bahan bakar nabati dari minyak kelapa sawit, dengan kadar minyak sawit 35 persen, sementara 65 persen sisanya dari bahan bakar minyak (BBM) solar, meski penggunaannya masih untuk kereta api.
Baca juga: Erick: Penggunaan bioetanol wujudkan swasembada energi ke depan
Kementerian ESDM juga tengah melakukan uji coba penggunaan bahan bakar biodiesel B40 untuk moda transportasi kereta api, sebagai program untuk meningkatkan penyediaan energi bersih secara berkelanjutan. Biodiesel B40 merupakan campuran BBM solar dengan 40 persen bahan bakar nabati (BBN).
“Baru Indonesia juga yang menerapkan B35 yang kita mulai dari 2021 sampai 2024, dan akan naik B40. Tapi, sekarang masih menunggu proses lebih lanjut seperti pengetesan dan lain-lain,” kata Harris.
Harris mengungkap pemerintah terus mengurangi penggunaan BBM melalui transisi dari energi transportasi berbasis pembakaran internal ke transportasi berbasis listrik atau baterai, sebelum akhirnya menggunakan bahan bakar berbasis hidrogen pula.
“Saat ini pengurangan penggunaan BBM melalui perubahan dari energi transportasi berbasis ICE (pembakaran internal) ke transportasi berbasis listrik atau baterai, sampai ke hidrogen di kemudian hari, target untuk menuju ke sana sudah dibuat,” imbuhnya.
Pemerintah, Harris melanjutkan, menargetkan populasi 2,2 juta electric vehicle (EV/kendaraan listrik) untuk roda empat dan roda dua sekitar 13 juta unit pada 2030.
“Sebagai suatu gambaran bahwa program EV sudah mulai berjalan kendati masih harus ada upaya-upaya untuk melakukan akselerasi yang lebih besar lagi. Tetapi, dalam lima tahun berjalan kita sudah bisa lihat hasilnya,” Harris menjelaskan.
Hingga saat ini, 87 persen kendaraan di Indonesia masih bergantung kepada energi fosil, seperti batu bara, gas, dan minyak, kata Harris. Pada sektor transportasi, 99 persen masih memakai BBM, seperti solar dan bensin, yang sebagian besar merupakan BBM impor.
“Produksi kita di dalam negeri hanya sekitar 600.000 barel per hari, dan yang kita gunakan setiap hari sekitar 1,5 juta barel. Jadi, kita masih impor sekitar 900.000 barel,” Harris menjelaskan.
Baca juga: Kementerian ESDM uji coba perdana biodiesel B40 untuk kereta api
Baca juga: Pertamina Patra Niaga menyambut era energi bersih di GIIAS 2024
Baca juga: PLN pastikan seluruh pembangkit yang melistriki IKN dari energi bersih
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024