Profil singkat Gusrizal, Dewas KPK periode 2024–2029



Jakarta (ANTARA) – Nama Gusrizal mencuat setelah dirinya ditunjuk sebagai Dewan Pengawas KPK periode 2024–2029 yang telah ditetapkan oleh Komisi III DPR RI pada Kamis (21/11/2024) di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Pria yang memiliki latar belakang sebagai hakim ini lahir di Jambi, 22 Mei 1958. Dirinya pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bogor dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya.

Selain itu, nama Gusrizal juga pernah tercatat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelum dirinya menjadi ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Gusrizal juga pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi di tanah kelahirannya, Jambi.

Salah satu perkara yang pernah disidangkan Gusrizal adalah pemberian 900 ribu dolar AS dari mantan Direktur Bank Indonesia Iwan R. Prawiranata kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Salman Maryadi. Saat itu, Iwan sempat terjerat dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Dengan reputasinya dalam profesi hakim yang telah dihabiskan selama puluhan tahun ini, sosok Gusrizal di dunia hukum tidak perlu diragukan lagi.

Dirinya adalah pemegang gelar Doktor Hukum Perdata setelah menempuh studi S3 di Universitas Padjajaran, Bandung. Sedangkan gelar sarjana dan magisternya didapat dari Universitas Andalas.

Saat proses seleksi calon anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Gusrizal mengusulkan agar pelanggaran ringan yang dilakukan oleh pegawai KPK tidak diumumkan ke publik. Menurutnya, pelanggaran etik berskala kecil cukup dicatat oleh Dewas KPK tanpa perlu dipublikasikan, demi menjaga kehormatan institusi antikorupsi tersebut.

Dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang berlangsung di Komisi III DPR RI pada 20 November 2024, Gusrizal mengungkapkan pandangannya terkait kelemahan Dewas KPK. Ia menyetujui pendapat anggota Komisi III yang menyebut Dewas KPK seperti “macan ompong” karena keterbatasan wewenangnya.

Berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang KPK, Dewas hanya memiliki kapasitas untuk memberikan rekomendasi jika terjadi pelanggaran etik oleh pimpinan KPK, tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi.

Gusrizal berpendapat bahwa Dewas KPK seharusnya diberi kewenangan untuk memberikan sanksi langsung kepada pihak yang melanggar etik, sehingga perannya dalam pengawasan lebih efektif dan berdampak nyata.

Baca juga: Komisi III DPR setujui 5 Dewan Pengawas KPK 2024-2029

Baca juga: Jejak karier Dewan Pengawas KPK Benny Jozua Mamoto

Baca juga: Sepak terjang Wisnu Baroto yang dipercaya sebagai Dewan Pengawas KPK

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *