Antusiasme Investor Indonesia pada Kripto Masih Tinggi



Data Triple-A menyebutkan, jumlah kepemilikan kripto di Indonesia mencapai 12.205.132 orang pada tahun 2023. Capaian ini membuat Indonesia berada pada peringkat ke-10 untuk jumlah kepemilikan kripto terbanyak di dunia.

Jumlah tersebut, menurut data dari Triple-A, mewakili 4,40% dari total populasi penduduk di Indonesia yang mencapai 277,53 juta. Posisi Indonesia berada di bawah Nigeria dan Iran yang masing-masing memiliki tingkat kepemilikan kripto sebanyak 13,26 juta dan 12 juta orang.

Angka tersebut terus bergerak naik hingga menyentuh level 19,75 juta orang di Maret 2024 lalu. Merespon hal itu, Chief Compliance Officer (CCO) Reku, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Aspakrindo-ABI, Robby, menjelaskan bahwa pencapaian itu memperlihatkan bahwa aset kripto semakin menjadi pilihan investasi bagi masyarakat Indonesia.

Melihat kondisi pasar dan juga beberapa sentimen lain yang mendukung pergerakan token, seperti keberpihakan pemerintah pada perkembangan ekosistem aset digital, Robby optimistis minat masyarakat pada kelas aset baru ini akan terus tumbuh.

“Dari sisi regulasi, aset kripto merupakan industri yang telah diatur secara komprehensif, mulai dari panduan untuk mengatur perdagangan aset kripto, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), hingga Self-Regulatory Organization (SRO) yang terdiri atas lembaga bursa, lembaga kliring, dan lembaga penyimpanan dana/depositori. Dukungan penuh dari pemerintah ini menunjukkan keseriusan dalam melindungi investor aset kripto di Indonesia,” jelas Robby melalui keterangan resmi.

Aset Kripto Bisa Dimanfaatkan oleh Seluruh Jenis Investor

Lebih lanjut dikatakan, aset kripto pada dasarnya merupakan instrumen investasi yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai jenis investor. Ini termasuk investor yang berinvestasi dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.

Menurut Robby, meskipun aset kripto cenderung volatil, setiap aset kripto memiliki karakteristik unik yang dapat dioptimalkan oleh berbagai tipe investor. Oleh karena itu, kendati pasar saat ini berada dalam kondisi sideways, dirinya optimistis pasar akan kembali bergerak hijau.

Fahmi Almuttaqin, seorang analis kripto dari Reku, menambahkan bahwa menurut data dari macromicro.me, beberapa hari pasca halving, biaya rata-rata dalam aktivitas Bitcoin mining berada di sekitar US$90 ribu atau sekitar Rp1,5 miliar.

Kenaikan biaya operasional mining dari harga pasar Bitcoin sendiri menandakan bahwa para miner optimistis tentang potensi Bitcoin di masa depan.

Fahmi menuturkan, “Jika tren yang ada berlanjut dan biaya rata-rata mining bertahan di level US$100 ribu dalam beberapa hari mendatang, artinya kita sedang melihat terbukanya kemungkinan harga pasar Bitcoin untuk melampaui angka tersebut dalam beberapa bulan ke depan.”

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *