“Melalui kegiatan Paralegal Justice Award, kepala desa dan lurah yang berhasil membuat keadaan desanya tertib hukum, aman, dan masyarakatnya sadar akan hukum melalui perannya sebagai ‘hakim perdamaian’, akan dianugerahkan penghargaan Non Litigation Peacemaker, Anubhawa Sasana Jagaddhita, dan Anugerah Paralegal Justice Award,” kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Widodo Ekatjahjana dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Widodo mengatakan pemenuhan akses keadilan bagi masyarakat masih menjadi tantangan besar. Keterbatasan aktor yang melakukan penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi menyebabkan layanan hukum tak dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Karena itu peran kepala desa dan lurah sebagai paralegal sangat dibutuhkan guna meningkatkan jangkauan layanan dan bantuan hukum.
Sebanyak 1.067 kepala desa dan lurah dari 34 provinsi mendaftar pada Paralegal Justice Award 2024. Setelah melalui seleksi bertahap, terpilih 300 peserta yang terdiri dari 180 kepala desa dan 120 lurah mewakili 33 provinsi, 178 kabupaten/kota, serta 263 kecamatan.
“Dari 300 peserta tersebut, 292 orang di antaranya mendapatkan Non Litigation Peacemaker dan 50 orang dianugerahi Paralegal Justice Award,”
Non Litigation Peacemaker merupakan anugerah berupa titel nonakademik NLP yang diberikan kepada kepala desa dan lurah yang telah mengikuti dan lulus Paralegal Academy, sebuah kegiatan pembekalan kompetensi paralegal kepada peserta untuk menyelesaikan sengketa atau permasalahan hukum di desa/kelurahan yang dipimpinnya.
Sementara itu, penghargaan Anubhawa Sasana Jagaddhita (ASJ) diberikan kepada desa atau kelurahan yang berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta mendukung investasi, pariwisata, dan pembukaan lapangan kerja melalui sumber daya alam dan kearifan lokal adat-istiadat setempat.
Peserta yang meraih Non Litigation Peacemaker dan Anubhawa Sasana Jagaddhita secara bersamaan menjadi penerima penghargaan tertinggi yakni Paralegal Justice Award 2024.
Widodo juga menegaskan bahwa ajang Paralegal Justice Award bukanlah sebuah perlombaan menang atau kalah, melainkan wadah dalam memotivasi kepala desa dan lurah untuk memberikan pelayanan hukum non-litigasi sebagai implementasi hadirnya negara di tengah masyarakat.
Gelar tersebut dapat dicabut Menteri Hukum dan HAM apabila yang bersangkutan melanggar integritas dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Wakil Ketua Mahkamah Agung Non Yudisial, Suharto, menyambut baik dan memberikan apresiasi tinggi atas terselenggaranya kegiatan PJA yang diinisiasi oleh Kemenkumham melalui BPHN bekerja sama dengan Mahkamah Agung.
Menurutnya, peran pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh kepala desa dan lurah adalah salah satu pilar penting menciptakan iklim ketertiban dan keamanan masyarakat yang kondusif, harmonis, dan dinamis.
“Dalam kaitan ini, kepala desa dan lurah harus membekali diri dengan kemampuan dan kapasitas serta keterampilan atau seni untuk mendamaikan orang. Dalam perspektif peradilan, peran mendamaikan orang oleh kepala desa atau lurah ini dahulu dikenal dengan istilah Hakim Perdamaian Desa, yang eksistensinya menjalankan tugas untuk mendamaikan dan menyelesaikan masalah sosial masyarakat,” kata Suharto.
Oleh karena itu, lanjut Suharto, sangat tepat jika para kepala desa atau lurah sebagai juru damai diberikan pendidikan dan pelatihan tentang bagaimana menjalankan proses mediasi dan pendampingan terhadap warganya yang sedang bersengketa, seperti halnya yang saat ini dilakukan terhadap 300 orang kepala desa atau lurah melalui kegiatan Paralegal Academy dan Paralegal Justice Award.
Baca juga: BPHN Kemenkumham adakan “Paralegal Justice Award 2024”
Baca juga: Kemenkumham resmikan 61 desa/kelurahan dan 6 sekolah sadar hukum-HAM
Baca juga: BPHN raih penghargaan Open Government Partnership Awards 2023
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024