Penjelasan mengenai pelecehan seksual dan hukum pidananya



Jakarta (ANTARA) – Pelecehan seksual adalah salah satu bentuk kekerasan seksual yang dapat terjadi di berbagai situasi, baik di tempat kerja, lingkungan pendidikan, maupun ruang publik.

Di Indonesia, pelecehan seksual semakin mendapat perhatian karena dampaknya yang signifikan terhadap korban, baik secara fisik maupun psikologis. Selain merusak martabat seseorang, pelecehan seksual juga dapat menimbulkan trauma jangka panjang bagi korban.

Artikel ini akan menjelaskan pengertian pelecehan seksual serta hukum pidana yang mengaturnya di Indonesia.

Pengertian pelecehan seksual

Pelecehan seksual dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan atau perilaku yang bersifat seksual, yang dilakukan tanpa persetujuan atau keinginan dari pihak lain, dan menyebabkan orang tersebut merasa tidak nyaman, terintimidasi, atau dirugikan.

Pelecehan seksual tidak selalu melibatkan kontak fisik; tindakan seperti komentar bernada seksual, ajakan tidak senonoh, atau perilaku yang bersifat melecehkan secara verbal atau non-verbal juga termasuk pelecehan seksual.

Bentuk pelecehan seksual bervariasi, mulai dari pelecehan verbal (misalnya, komentar bernada seksual atau ejekan yang tidak pantas), pelecehan fisik (sentuhan yang tidak diinginkan), hingga pelecehan non-verbal (gestur atau isyarat dengan maksud seksual). Beberapa contoh tindakan pelecehan seksual meliputi:

  1. Komentar atau candaan seksual yang merendahkan atau melecehkan seseorang.
  2. Sentuhan fisik tanpa izin, seperti menyentuh, meraba, atau mencium seseorang tanpa persetujuannya. Perlakuan yang lebih parah bisa sampai rudapaksa.
  3. Ekshibisionisme, yaitu memperlihatkan alat kelamin kepada orang lain tanpa persetujuan.
  4. Isyarat atau perilaku tidak senonoh, seperti lirikan atau bahasa tubuh yang bernada seksual.
  5. Pengiriman gambar atau video berisi konten seksual tanpa persetujuan pihak yang menerima.

Hukum pidana tentang pelecehan seksual di Indonesia

Di Indonesia, pelecehan seksual diatur dalam beberapa undang-undang dan regulasi. Berikut ini beberapa ketentuan hukum yang mengatur pelecehan seksual:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

KUHP memuat beberapa pasal yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku pelecehan seksual, meskipun belum secara spesifik mengatur mengenai pelecehan seksual. Pasal 281, Pasal 289, dan Pasal 290 mengatur tentang tindakan tidak senonoh, perbuatan cabul, dan pelecehan yang dilakukan secara fisik. Dalam Pasal 281 KUHP, pelaku tindakan tidak senonoh di tempat umum dapat diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

  • Pasal 289 KUHP: Mengatur mengenai perbuatan cabul dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga sembilan tahun.
  • Pasal 290 KUHP: Mengatur perbuatan cabul terhadap seseorang yang tidak berdaya atau sedang dalam keadaan tidak sadar. Ancaman hukumannya adalah penjara maksimal tujuh tahun.

​​​​​​​​​​​​​​Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

UU TPKS merupakan regulasi terbaru yang secara khusus mengatur berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual. Dalam UU TPKS, pelecehan seksual dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non-fisik.

  • Pelecehan seksual fisik: Tindakan seksual yang melibatkan kontak fisik, seperti menyentuh atau meraba bagian tubuh korban. Pelaku pelecehan seksual fisik dapat dijatuhi hukuman pidana penjara maksimal empat tahun dan/atau denda maksimal Rp50 juta.
  • Pelecehan seksual non-fisik: Tindakan yang tidak melibatkan kontak fisik, seperti komentar bernada seksual, ajakan seksual, atau pengiriman konten pornografi tanpa persetujuan. Pelaku pelecehan non-fisik dapat diancam hukuman pidana penjara maksimal satu tahun dan/atau denda maksimal Rp15 juta.​​​​​​​

​​​​​​
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)

Dalam konteks rumah tangga, pelecehan seksual yang dilakukan oleh suami atau anggota keluarga lain dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). UU PKDRT memberikan perlindungan bagi korban pelecehan seksual dalam lingkungan rumah tangga dan mengatur pidana bagi pelakunya.

Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi

Peraturan ini dikeluarkan sebagai tanggapan terhadap meningkatnya kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus. Peraturan ini bertujuan untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dan memberikan pedoman bagi institusi pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual.

Langkah hukum bagi korban pelecehan seksual

Korban pelecehan seksual memiliki hak untuk melaporkan pelaku ke pihak berwajib. Korban dapat mengajukan laporan ke kepolisian dan melibatkan lembaga-lembaga bantuan hukum atau LSM yang fokus menangani kekerasan seksual. Proses hukum meliputi pemeriksaan, pengumpulan bukti, dan pemberian perlindungan bagi korban.

Pelecehan seksual adalah tindakan yang merendahkan martabat seseorang dan melanggar hak asasi manusia. Di Indonesia, hukum pidana mengatur berbagai bentuk pelecehan seksual dan memberikan ancaman hukuman yang bervariasi, tergantung pada jenis dan bentuk pelecehan.

​​​​​​​Dengan adanya regulasi seperti UU TPKS, pelecehan seksual kini mendapatkan perhatian lebih serius dan diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban serta menindak tegas pelaku pelecehan seksual.

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *